TAPAK SUCI PUTERA MUHAMMADIYAH--selanjutnya
disingkat dengan TAPAK SUCI, adalah perguruan seni beladiri
Indonesia yang memiliki kelengkapan organisasi, metode pembinaan,
kurikulum pendidikan dan program, secara resmi berdiri pada tanggal 31
Juli 1963, atau bertepatan dengan 10 Rabi'ulawal 1383 H, di Kauman,
Yogyakarta.
Sejarah TAPAK SUCI sebagai sebuah
perguruan pencak silat, dimulai jauh sebelum itu. TAPAK SUCI merupakan
peleburan dan kelanjutan dari paguron-paguron yang beraliran
Banjaran-Kauman, yaitu Kauman, Seranoman, dan Kasegu. Seiring dengan
perkembangan jaman dan pengetahuan manusia, aliran Banjaran-Kauman yang
menjadi akar keilmuan TAPAK SUCI terus dikembangkan secara metodis dan
dinamis, tanpa meninggalkan kekhasannya. TAPAK SUCI adalah perguruan
seni beladiri yang berlandaskan Islam. Dengan landasan Al Qur'an dan
As-Sunnah, TAPAK SUCI memperkuat Ketauhidan kepada Allah SWT dan
senantiasa berlindung dari berbagai bentuk kemusyrikan dan menyesatkan.
Menceritakan sejarah perguruan bukanlah berarti
menceritakan jasa dan melebihkan keistimewaan dari satu orang. Begitu
pula dengan sejarah perguruan TAPAK SUCI. TAPAK SUCI bangkit dan tegak
dalam panggung sejarah, bukan karena jasa satu orang, atau bukan karena
hasil buah pikir satu orang. Menceritakan sejarah TAPAK SUCI berarti
menceritakan kisah banyak orang dalam panggung sejarah TAPAK SUCI. Lebih
dari itu, menceritakan sejarah TAPAK SUCI berarti mengambil hikmah yang
dalam akan nilai-nilai yang patut diteladani, yang terjadi pada
lintasan sejarah itu sendiri.
Bermula dari
dua pendekar kakak beradik, A.Dimyati dan M.Wahib yang belajar pencak
kepada KH.Busyro Syuhada di Banjarnegara, Jawa Tengah. Selanjutnya,
keduanya berkelana (mengembara) ke arah barat dan timur Pulau Jawa untuk
adu kaweruh. Kelak kemudian setelah keduanya kembali ke Yogyakarta,
selanjutnya menerima murid dan mendirikan paguron, yang kelak paguron
itu menjadi cikal bakal berdirinya Perguruan TAPAK SUCI.
KH. Busyro
Syuhada
KH. Busyro Syuhada lahir pada
tahun 1872, dan memiliki nama kecil Ibrahim. Beliau adalah putera dari
KH. Syuhada, di Banjarnegara. Sepulang dari Tanah Suci, beliau
mendirikan pesantren di Binorong, Banjarnegara, Jawa Tengah. Achyat (H.
Burhan), dan M. Yasin (H. Abu Amar Syuhada), adalah murid-murid
KH.Busyro Syuhada. Murid lainnya yang pernah belajar kepada KH.Busyro
Syuhada adalah Sudirman, yang kelak berkiprah dalam dunia milter
dan dikenal sebagai Panglima Besar Jenderal Sudirman.
KH. Abu Amar Syuhada sendiri adalah murid
sekaligus teman seperjuangan KH. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah.
Sehingga dapat dikatakan, bahwa ketiga tokoh tersebut (KH. Busyro
Syuhada, KH. Abu Amar Syuhada, dan KH. Burhan) adalah termasuk kalangan
pendekar pencak yang mendukung gerakan KH.Ahmad Dahlan ini.
Sekitar tahun 1921 dalam konferensi Pemuda
Muhammadiyah di Kauman, Yogyakarta, itulah pertama kali KH. Busyro
bertemu dengan dua kakak beradik anak asli Kauman, yaitu A. Dimyati dan
M. Wahib. Diawali dengan adu kaweruh (adu ilmu) antara M. Wahib dengan
KH. Burhan, selanjutnya dua kakak beradik A. Dimyati dan M. Wahib
mengangkat KH. Busyro Syuhada sebagai guru. Maka sejak itu kedua kakak
beradik ini belajar kepada KH. Busyro Syuhada, di Binorong,
Banjarnegara. Disebutkan bahwa KH. Busyro lebih mengarah kepada
penguasaan ilmu pencak inti, sedangkan KH. Burhan lebih mengarah kepada
penguasaan ilmu pencak ragawi. Menurut riwayat, kedua kakak beradik
A.Dimyati dan M.Wahib belajar pada kali pertama selama lima hari untuk
menguasai 15 Jurus, dan 5 Kembangan. Untuk selanjutnya, secara
keseluruhan keduanya belajar kepada KH.Busyro Syuhada selama sembilan
bulan.
Sebagai orang yang mendalami dan
mengasah ilmu, mengembara dan berkelana untuk adu kaweruh, adalah hal
yang dijalani oleh kedua kakak beradik A.Dimyati dan M.Wahib ini.
Suatu kali KH.Busyro Syuhada menunjuk A.Dimyati untuk berkelana ke arah
barat, sedang M.Dimyati ditunjuk untuk berkelana ke arah timur. Dalam
pengembaraannya selama tiga tahun, A. Dimyati berhasil menguasai pencak
Cikalong-Cimande, dan Banten (Cibarosa). Adapun M.Wahib selama lima
tahun berkelana di seluruh pulau Jawa khususnya bagian timur dan Madura,
termasuk Pulau Bawean. Karena sifatnya yang agresif dan terbuka dari
Pendekar M.Wahib, maka pesan "adu kaweruh" itu juga diartikan dengan
berkelahi, adu kaweruh dengan para ahli pencak lainnya. Menurut riwayat
yang dikisahkan oleh M.Wahib: "Kemana-mana saya naik turun panggung
(gelanggang) untuk tarung pencak untuk mendapatkan uang (menang). Kalau
diperlukan, saya memakai senjata handuk dan sepotong besi sejengkal
berlafal Alif". Senjata besi sejengkal berlafal "Alif" ciptaan M.Wahib
ini diberi nama Senjata Alif.
Paguron Kauman
Pada tahun 1925, bertempat di lingkungan Kauman Tengah, atas restu
Pendekar Besar KH. Busyro, A.Dimyati dan M.Wahib membuka latihan
pencak. Diriwayatkan puluhan murid ikut berlatih. Pada waktu itu
digariskan dengan tegas dasar yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh
semua murid-muridnya, yaitu:
- Cikauman/Pencak Kauman,
berlandaskan Al Islam dan berjiwa ajaran KH.Ahmad Dahlan, membina pencak
silat yang berwatak serta berkripadian Indonesia, bersih dari sesat dan
sirik.
- Mengabdikan perguruan untuk perjuangan agama serta bangsa dan
negara.
- Sikap mental dan gerak langkah anak murid harus merupakan
tindak-tanduk Kesucian.
Murid dari Kauman yang menonjol adalah M.
Djuraimi (Mbah Djur), lalu selanjutnya M. Syamsuddin. Selain sebagai
murid dari M.Wahib, M.Syamsuddin juga merangkap sebagai cantrik di rumah
Pendekar M.Wahib. Kehandalan M. Syamsuddin terletak pada permainan kaki
dan tangan, dengan jurus andalan Katak, Lembu Jantan, dan Harimau. Hal
ini didukung oleh postur tubuh M. Syamsuddin yang kekar, karena selain
gemar pencak M. Syamsuddin juga dikenal sebagai seorang pemain sepak
bola yang handal. Setelah dinyatakan lulus, M. Syamsuddin diizinkan
untuk menerima murid dan mendirikan paguron.
Paguron SeranomanSalah satu murid
yang unggul dari dari Paguron Seranoman, adalah M. Zahid. Beliau adalah
anak murid M. Syamsuddin, yang berotak cemerlang dan berkemampuan
tinggi, serta pergaulannya luas. Salah satu kehandalan M. Zahid bertumpu
pada ketajaman gerak. M. Zahid juga berhasil mengembangkan dari lima
menjadi delapan kembangan, serta berhasil merancang pendidikan keilmuan
pencak sehinga lebih metodis dan mudah untuk dimassalkan. Beliaulah yang
mula-mula meletakkan dasar-dasar pembinaan secara metodis dan mudah
dikembangkan.
Selanjutnya pada silsilah ke-4
tampillah Moh.Djamiat Dalhar, yang tidak asing lagi di dunia olahraga
Indonesia sebagai macan bola yang belum ada tandingannya. Selain
itu pada generasi keempat ini juga tampil M.Bakir Odrus.
Pada generasi ke-5, Ibu Pertiwi mencatat nama dua
puluh orang murid Kauman, yang dipimpin oleh KH.Burhan, yang gugur
sebagai kusuma bangsa ketika pertempuran melawan Belanda di belahan
barat Yogyakarta, pada masaa Agresi II Belanda.
Ketika M. Zahid berpulang ke Rahmatullah, beliau
belum sempat mendirikan paguron secara resmi. Namun begitu, beliau
sempat melahirkan seorang murid berbakat, yaitu M.Barie Irsjad (generasi
ke-6). Karena itulah, sepeninggal gurunya (M.Zahid) selanjutnya M.Barie
Irsjad diserahkan kepada M. Syamsuddin. Demikian juga setelah selesai
diserahkan kepada A. Dimyati dan M. Wahib, hingga akhirnya M.Barie
Irsjad dinyatakan selesai dan berhasil mempertanggungjawabkan 11
Kembangan.
Sebelum menggunakan haknya untuk
menerima murid dan mendirikan paguron, M. Barie Irsjad diarahkan untuk
menghadapi guru-guru pencak yang ditunjuk oleh Pendekar M. Wahib.
Diantara guru-guru itu, lebih banyak adalah guru-guru dari aliran hitam.
Puncaknya adalah tantangan adu kaweruh melawan
aliran hitam dengan taruhan bahwa siapa yang kalah harus pergi dari
Kauman. Di bawah kesaksian Pemuda Muhammadiyah ranting Kauman, tepatnya
tengah malam, bertempat di pelataran Mesjid Gede Kauman, Yogyakarta,
berlangsunglah pertarungan tersebut. Atas izin Allah SWT jualah, dapat
disaksikan sendiri bahwa yang bathil tidak akan dapat mengalahkan yang
haq. M.Barie Irsjad berhasil melumpuhkan ilmu dari aliran hitam, atas
izin Allah SWT.
Selesai dari penunjukan itu,
kemudian M. Barie Irsjad juga diarahkan untuk adu kaweruh dengan
Pendekar Abdul Rahman Baliyo, yang menguasai beraneka macam senjata.
Disinilah M. Barie Irsjad memperkuat pengertiannya, bahwa seseorang
dapat melawan senjata kalau dapat menguasai permainan senjata. Terlebih
lagi kemudian datang ke Kauman seorang perwira AL Jepang, bernama
Makino. Meskipun tujuan yang utama dari kedatangannya ke Kauman itu
adalah dalam rangka belajar agama Islam, akan tetapi ia sempat memberi
pengajaran tentang senjata pedang Jepang (Katana) kepada pemuda-pemuda
di Kauman, termasuk M. Barie Irsjad. Makino tertarik kepada ajaran
Islam. Setelah masuk Islam, Makino berganti nama menjadi Omar Makino.
Pendekar Besar KH. Busyro Syuhada berpulang ke
Rahmatullah pada bulan Ramadhan 1942. Kemudian pada tahun 1948 Pendekar
Besar KH Burhan gugur bersama dengan 20 murid Kauman dalam pertempuran
dengan tentara Belanda di barat kota Yogyakarta. Kelak untuk mengenang
para patriot itu, TAPAK SUCI membentuk kelompok inti, terdiri dari 20
orang anggota, yang diberi nama KOSEGU (Korps Serba Guna). Untuk kali
pertama KOSEGU secara aktif membantu penumpasan gerakan komunis di
sekitar tahun 60-an.
Paguron Kasegu
Atas restu Pendekar Besar M. Wahib dan Pendekar Besar A. Dimyati, M.
Barie Irsjad yang berada pada generasi ke-6 dari aliran Banjaran-Kauman
ini, kemudian mendirikan Paguron KASEGU. Kalau paguron-paguron
sebelumnya diberi nama sesuai dengan tempatnya, tidak demikian halnya
dengan Paguron Kasegu. "Kasegu" (atau Segu) diambil dari nama sebuah
senjata yang diciptakan oleh Pendekar M. Barie Irsjad, yaitu senjata
khas yang berlafadz "MUHAMMAD". Kasegu (Segu) sendiri kemudian menjadi
senjata khas Perguruan TAPAK SUCI. Adapun selain menciptakan senjata
Segu, Pendekar M.Barie Irsjad juga menciptakan senjata-senjata lainnya,
diantaranya yaitu senjata tongkat yang diberi nama Senjata/Tongkat Alif.
Senjata ini dikembangkan dari senjata Alif milik Pendekar M.Wahib.
Semasa hidupnya pula M.Barie Irsjad juga menciptakan senjata Golok Mawa
dan Tombak Naga.
Kembali kepada Paguron Kasegu
yang didirikan oleh M.Barie Irsjad. Paguron itu diberi nama Kasegu,
karena juga merupakan singkatan dari "KAuman SErba GUna". Gerakannya
waktu itu disebut dengan Kasegu Badai Selatan. Hal ini mengingat
operasional paguron Kasegu berpusat di bagian selatan Kauman, dimana
banyak pemuda Muhammadiyah yang menjadi murid dari Paguron Kasegu ini
berdomisili di bagian selatan kampung Kauman.
Pada era Paguron Kasegu inilah, atau tepatnya pada
bulan Janurari 1963, muncul gagasan untuk merealisasikan rencana
mendirikan satu perguruan yang melebur serta melanjutkan paguron yang
sejalur itu (Kauman, Seranoman dan Kasegu), perguruan yang berorientasi
lebih luas, diorganisir dengan AD & ART, materi latihan yang
tersusun, latihan yang teratur dan memakai seragam. Gagasan ini
disampaikan kepada Pendekar M.Wahib. Pendekar M.Wahib menyatakan
bersedia untuk menilai ilmu yang akan diajarkan. Untuk itu diadakanlah
pertemuan-pertemuan keilmuan diantara ketiga paguron ini.
Pertemuan-pertemuan ini dilalui dengan berbagai silang pendapat, adu
kaweruh dan pembuktian. Keseluruhan dari pertemuan ini bertujuan untuk
memantapkan bersama-sama akan konstruksi keilmuan yang akan diajarkan
kelak, dan membahas konsep mengenai perguruan yang akan didirikan.
Dengan dasar itulah, dan dengan pengertian dan
maksud agar persatuan dan perkembangan perguruan dapat dijamin tetap
bertumbuh dan berkembang pada satu muara, dan tidak selalu melahirkan
aliran yang baru, Pendekar Besar A.Dimyati dan M.Wahib merestui bahwa
Perguruan TAPAK SUCI adalah sebagai kelangsungan dari Paguron Kauman
yang didirikan pada tahun 1925 dan berpusat di Yogyakarta. Selain itu
Pendekar Besar A.Dimyati pun memberikan pesan dan petunjuk: "Kalau
ketemu aliran pencak silat (beladiri) apapun, nilailah kekuatannya".
Kelihatannya sangat sederhana, akan tetapi sikap ini adalah sangat
kontradiksi dengan sifat pendekar pada umumnya yang tidak mau melihat
kelebihan orang dan selalu mengatakan dirinya yang terbaik dan terkuat.
Sikap mental Pendekar A.Dimyati ini untuk selanjutnya menjadi dasar
sikap mental pendekar-pendekar TAPAK SUCI.
Untuk
merealisasikan rencana pendirian perguruan ini Pendekar M. Wahib
mengutus 3 orang muridnya yang belum dibaiat, yaitu: Ahmad Djakfar,
Slamet, dan M.Dalhar Suwardi. Kemudian M. Syamsuddin mengirim 2 orang
muridnya yaitu M.Zundar Wiesman dan Anis Susanto. Sedangkan murid yang
berasal dari Kasegu antara lain yaitu Drs. Irfan Hadjam, M. Djakfal
Kusuma, Sobri Ahmad, dan M.Rustam. Keseluruhannya merupakan murid-murid
pada generasi ketujuh, generasi yang berperan dalam melahirkan Perguruan
TAPAK SUCI. Sesungguhnya murid-murid generasi ketujuh ini mulai
berlatih tahun 1957, dengan pembinaan yang dilakukan bersamaan dan
berkelanjutan. Berdasarkan kenyataan inilah, yang akhirnya mengilhamkan
gagasan untuk merealisasikan perguruan yang menyatukan murid-murid dari
ketiga perguruan, perguruan yang lebih besar dan tidak berorientasi
kampung, yang lebih kuat dan terorganisir.
Lahirnya
TAPAK SUCI
Rencana untuk mendirikan
perguruan ini kemudian disosialisasikan kepada para pemuka kampung, alim
ulama, dan tokoh masyarakat. Ada beberapa pihak yang setuju dan
mendukung, namun adapula yang tidak mengizinkan. Akan tetapi dihadapan
penguasa kampung dinyatakan bahwa TAPAK SUCI bukan milik dan gerakan
kampung Kauman, bahkan ketika itu dikatakan TAPAK SUCI adalah gerakan
dunia.
Sementara itu dukungan datang
dari beberapa ulama dan pemuka masyarakat, diantaranya H.Djarnawi
Hadikusuma (putera Ki Bagus Hadikusuma), dan HR.Haiban Hadjid. Selain
itu dukungan juga datang dari putera-putera para tokoh masyarakat dan
ulama Muhammadiyah, yang menyatakan bergabung dengan TAPAK SUCI. Pada
saat inilah secara de facto TAPAK SUCI adalah gerakan Muhammadiyah,
TAPAK SUCI adalah putera Muhammadiyah.
Atas
izin Allah SWT, pada malam Jumat, tanggal 10 Rabiulawwal 1383 H, atau
bertepatan dengan 31 Juli 1963, di Kauman, Yogyakarta, dideklarasikan
berdirinya Persatuan Pencak Silat TAPAK SUCI. Pada waktu deklarasi
digariskan bahwa Tapak Suci berjiwa ajaran KH. Ahmad Dahlan, keilmuan
Tapak Suci metodis dinamis, keilmuan Tapak Suci bersih dari syirik.
Kelahiran TAPAK SUCI merupakan jerih payah putera-putera Muhammadiyah.
Mereka bahu membahu untuk memantapkan gerakan TAPAK SUCI tanpa pamrih.
Nama Perguruan dirumuskan dengan mengambil dasar dari ajaran Perguruan
Kauman, maka ditetapkanlah nama TAPAK SUCI. Tata tertib upacara disusun
oleh Moh. Barie Irsyad. Doa dan Ikrar disusun oleh H. Djarnawi
Hadikusuma. Lambang Perguruan diciptakan oleh M. Fahmie Ishom. Lambang
Anggota diciptakan oleh Suharto Sudjak. Lambang Tim Inti Kosegu dibuat
oleh Ajib Hamzah. Bentuk dan warna pakaian ditentukan oleh M. Zundar
Wiesman dan Anis Susanto.
Susunan
pengurusnya yang pertama sebagaimana tersebut sebagai berikut:
Pelindung: H. Djarnawi
Hadikusuma
Penasehat: Drs.Med. M. Diham Hadjam
Ketua I: M.Barie Irsjad
Ketua II: Drs.Irfan Hadjam
Sekretaris I: M.Rustam
Sekretaris II: M.Dalhar Suwardi
Bendahara I: M.Sobri Achmad
Bendahara II: M.Zundar Wiesman
Perlengkapan: Achmad Djakfar; M.Slamet
Anggota: M.Djakfal Kusuma; Anis Susanto
Bidang Keilmuan: A. Dimyati; M.Wahib
Bidang Medis: Dr.M.Baried Ishom
Dan pada
kenyataannya kelak, TAPAK SUCI merupakan penutup dan sebagai perguruan
terakhir yang dilahirkan dan dikembangkan oleh kalangan Persyarikatan
Muhammadiyah, berlandaskan Al Islam dan berjiwa ajaran KH.Ahmad Dahlan,
membina pencak silat yang berwatak serta berkripadian Indonesia, bersih
dari sesat dan sirik, serta mengabdikan perguruan untuk perjuangan agama
serta bangsa dan Negara, yang dikembangkan dengan methodis dan dinamis.
Pada bulan Ramadhan 1383H/Januari 1964, tepat pada
waktu shalat Maghrib di Mesjid Gede Kauman, Yogyakarta, Pendekar Besar
M.Wahib wafat. Hal ini tentu menjadi duka bagi Tapak Suci yang kala itu
masih baru dilahirkan. Namun Islam mengajarkan kepada setiap pemeluknya
mesti berusaha, sambil meneladani hal-hal yang baik dari para pendahulu,
dan bukan mengagung-agungkan secara berlebihan ataupun meratapi
kepergian orang yang telah meninggal. Alhamdulillah, pada usia enam
bulan Tapak Suci dapat tampil yang pertama dihadapan masyarakat yaitu
pada Pagelaran Pencak Silat dalam Pembukaan Kongres Islam Asia Afrika di
Kepatihan, Yogyakarta.
Sekitar tahun
1964 kita ketahui bahwa gerakan komunis di Indonesia telah semakin
menjadi-jadi di seluruh pelosok negeri. Mereka semakin terang-terangan
mengintimidasi kaum Muslim dan menggerogoti kesatuan Bangsa. Saat itu
konsentrasi beladiri Tapak Suci diarahkan untuk menghadapi gerakan
komunis, baik sebagai aktifis di pergerakan-pergerakan, maupun sebagai
pelatih pencak silat bagi para aktifis pergerakan. Pencak silat pada
masa itu memang dibutuhkan, apalagi sebagai alat perkelahian, dan sarana
untuk penggemblengan fisik dan mental. Tahun 1964 dibukalah pendaftaran
anggota untuk umum secara besar-besaran. Pada kesempatan ini cukup
banyak calon anggota yang mendaftar, termasuk yang berasal dari kalangan
aktifis KAPPI, KAMI, dan HMI, di Yogyakarta. Tak hanya itu. Beberapa
cabang Muhammadiyah di daerah-daerah juga membutuhkan tenaga pelatih
untuk melatih para kader Muhammadiyah di tempatnya.
Hal ini juga diikuti oleh kelompok-kelompok pemuda
yang membentuk sel-sel (kelompok) tersendiri di kampung-kampung lain
dalam rangka untuk mengganyang kekuatan komunis. Kelompok-kelompok
pemuda ini antara lain Benteng Melati di Kampung Kadipaten, Perkasa di
Kampung Suronatan, termasuk M. Djuraimi kelak membentuk perguruan Eka
Sejati di Kampung Karangkajen.
Aris Margono
(pelajar SPG Muhammadiyah I Yogyakarta), adalah salah satu murid yang
belajar Tapak Suci pada masa itu. Ia adalah aktifis KAPPI di Yogyakarta.
Ia gugur pada tanggal 10 Maret 1966, dan kemudian diabadikan sebagai
Pahlawan Ampera di Yogyakarta. Seorang aktifis lainnya, Aris Munandar
(Pelajar SMP Muhammadiyah X, Yogyakarta), juga gugur pada hari yang
sama.
Setelah meletusnya pemberontakan
G30 S/PKI, Tapak Suci kembali ke sarang dan berkonsetrasi kembali pada
organisasi. Kali ini organisasi mesti memenuhi kebutuhan untuk melatih
di daerah-daerah. Beberapa daerah mengajukan permintaan untuk dibuka
latihan Tapak Suci. Hal itu pulalah yang mendorong Tapak Suci cepat
tersebar ke daerah-daerah. Beberapa praktisi beladiri yang berada di
lingkungan Muhammadiyah pun ikut bergabung dengan Tapak Suci, sehingga
dengan demikian menyemarakkan gegap gempita Tapak Suci baik dari sisi
organisasi maupun keilmuan. Perguruan Tapak Suci yang awalnya hanya di
Yogyakarta akhirnya berkembang keluar Yogyakarta dan masuk ke
daerah-daerah lainnya. Tapak Suci betul-betul dihadapkan pada tantangan
berupa kaderisasi dan manajerial organisasi.
Keluarga Pertama
Di Jember,
Jawa Timur, sebelumnya sudah terdapat sebuah perguruan besar yang juga
dimotori oleh keluarga Muhammadiyah disana, yaitu Perguruan Guntur.
Perguruan Guntur dipimpin oleh H.Syeh Abussamad Alwi, Buchory Achmad,
dan Hadiningram. Ketika Tapak Suci mengembangakn sayapnya ke wilayah
timur, kedua perguruan ini saling bertemu.
Karena didasari oleh Al Islam, maka di pertemuan itu sesungguhnya
masing-masing pendekar baik di Guntur maupun di Tapak Suci sudah
sama-sama bijak dan menyadari, bahwa dua kekuatan memang semestinya
bergabung menjadi satu kekuatan. Tidak ada kekuatan tanpa persatuan,
tidak ada persatuan tanpa keutamaan, tidak ada keutaman melainkan
keutamaan ahlak. Hati kedua perguruan ini memang mendambakan ikatan yang
kuat dan saling mengisi.
Namun secara teknis, memadukan dua keilmuan sehingga menjadi keilmuan
yang saling mengisi, itulah yang mesti dipertimbangkan secara bijak oleh
masing-masing pendekar. Perguruan Guntur menyatakan akan bergabung
dengan Tapak Suci apabila Tapak Suci memiliki kelebihan.
Setelah melalui pembuktian, penampilan jurus, dan adu kaweruh, cita-cita
kedua perguruan ini dimuluskan oleh Allah SWT. Perguruan Guntur
menyatakan bergabung dengan Tapak Suci. Kedua hati itu kini saling
mengisi, atas ridho dan kehendak Allah SWT. Sejak itulah, Jember sebagai
Keluarga Pertama Tapak Suci yang berada di luar Yogyakarta.
Pemantapan Organisasi
Di
tahun 1966 diselenggarakan Konferensi Nasional I Tapak Suci yang
dihadiri oleh para utusan Perguruan Tapak Suci yang tersebar di berbagai
daerah di Indonesia. Pada saat itulah berhasil dirumuskan pemantapan
organisasi secara nasional, dan Perguruan Tapak Suci dikembangkan lagi
namanya menjadi Gerakan dan Lembaga Perguruan Seni Beladiri Indonesia
Tapak Suci Putera Muhammadiyah. Kemudian pada Sidang Tanwir Muhammadiyah
di tahun 1967, Tapak Suci Putera Muhammadiyah ditetapkan menjadi
organisasi otonom ke-11 di Persyarikatan Muhammadiyah.
Dari rintisan sejarah ini dapat kita temui bahwa Tapak Suci tidak
dibesarkan oleh kehebatan orang perorang. Keilmuan Tapak Suci pun bukan
kehebatan keilmuan dari satu orang semata. Tapak Suci besar karena
berjamaah. Tapak Suci lahir karena ridho dan kerelaan, yang direspon
oleh niat yang ikhlas dan kerja yang nyata. Tindak-tanduk kesucian telah
mengisyaratkan anggotanya untuk melepas noda yang mengotori yang bisa
membatalkan setiap amalan.
Prestasi olahraga dan seni
Dalam Kejuaraan Nasional I Tapak Suci tahun 1967 di Jember, pertandingan
Pencak Silat Tapak Suci dilaksanakan dengan pertarungan bebas. Hal ini
bercermin dari tradisi perguruan sejak dulu dalam melakukan sabung
(pertarungan) yaitu dengan menggunakan full-body contact, yang mana
setiap anggota tubuh adalah sasaran sah untuk diserang, kecuali mata dan
kemaluan. Namun ternyata sistem pertarungan seperti itu tidak dapat
diterapkan dalam pertandingan olahraga karena dapat mengakibatkan
cidera, cacat permanen, bahkan kematian. Maka seiring dengan itu pula
maka pasca Kejurnas I di Jember tahun 1967 itu sistem pertandingan
olahraga Tapak Suci terus mengalami penyempurnaan demi penyempurnaan,
sekalipun hingga beberapa dasawarsa ke depan kemudian, sistem
pertandingan olahraga Tapak Suci tetap tidak menggunakan pelindung badan
(body-protector), dengan pengertian bahwa "pelindung badan" pesilat
Tapak Suci adalah keilmuan dan ketangkasan si pesilat. Pada Kejurnas I
di Jember itu pun sudah diperlombakan pencak silat seni, yang mana yang
dilombakan adalah Kerapihan Teknik Permainan.
Ketika Tapak Suci memantapkan diri dalam gerakan
olahraga dan seni, keilmuan Tapak Suci ditampilkan melalui 4 aspek;
mental-spiritual, olahraga, seni, dan beladiri. Adapun ilmu pengebalan
tubuh ataupun anggota tubuh berupa alat penyasar, mulai ditinggalkan.
Hal ini mengingat adanya anjuran dari Majelis Tarjih Pimpinan Pusat
Muhammadiyah agar ilmu tersebut disimpan, kalau toh itu ilmu yan haq,
akan tetapi dikhawatirkan dapat menjadi satu kesombongan.
Perguruan Historis IPSI
Pada masa-masa perkembangan Perguruan Tapak Suci yang telah merambah ke
persada nusantara, maka dipandang perlu bagi Perguruan Tapak Suci untuk
mencari induk organisasi pencak silat. Pada waktu itu sekurang-kurangnya
ada tiga organisasi yang menamakan diri sebagai induk organisasi pencak
silat Indonesia, yaitu: PPSI yang digerakkan dari Bandung, IPSI yang
digerakkan dari Jakarta, dan BAPENSI yang digerakkan dari Yogyakarta,
yang masing-masing mencari kekuatan pendukung.
Melalui Rapat Kerja Nasional yang dilaksanakan
pada tanggal 19 s.d 20 April 1967 di Pekalongan, disamping memutuskan
dan mengesahkan Anggaran Rumah Tangga, Tapak Suci berketetapan hati
memilih Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (sekarang Ikatan Pencak
Silat Indonesia) sebagai induk organisasi pencak silat. Untuk itu Tapak
Suci didaftarkan kepada PB. IPSI dan langsung diterima menjadi anggota
nasional. Kelak kemudian Tapak Suci didudukkan sebagai salah satu dari
10 Perguruan Historis IPSI, mengingat peran Tapak Suci yang menunjang
tegak berdirinya PB. IPSI yang kala itu kondisinya sedang kritis.
Kiprah Tapak Suci
Maka kelak kiranya Tapak Suci menjalankan tugas dan peran yang tidak
mudah. Di satu sisi Tapak Suci adalah organisasi dakwah yang berinduk ke
Muhammadiyah. Di sisi lain Tapak Suci adalah organisasi pencak silat
dengan induknya IPSI. Pada dimensi lainnya, Tapak Suci adalah sebuah
ilmu beladiri, namun juga merupakan gerakan olahraga dan seni. Hal ini
menuntut organisasi dan keilmuan dapat seiring sejalan. Kelak itulah
mengapa Sabuk yang terurai pada pesilat Tapak Suci, harus sama panjang
di kedua sisi dan tepat jatuhnya di tengah, tidak lebih panjang di satu
sisi saja